Senin, Oktober 20, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaBerita UtamaPuluhan Desa Masuk Zona Rawan Tsunami, BPBD Mentawai Perkuat Sistem Mitigasi Bencana

Puluhan Desa Masuk Zona Rawan Tsunami, BPBD Mentawai Perkuat Sistem Mitigasi Bencana

Ada 33 desa yang berstatus rawan, 5 di antaranya masuk dalam zona landaan Tsunami

ALITO – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mentawai memperkuat sistem mitigasi bencana di daerah kepulauan tersebut.

Langkah ini diambil seiring dengan banyaknya kawasan di Mentawai yang masuk dalam zona rawan gempa dan Tsunami. Menurut catatan, setidaknya ada 33 desa yang berstatus rawan.

Hal itu diungkapkan oleh Plt Kalaksa BPBD Mentawai, Lahmudin Siregar yang dikutip dari Mentawai Kita. Ia menyebut, dari 33 desa pesisir di Mentawai, 10 desa di antaranya dikategorikan sebagai zona landaan tsunami.

Ia mengatakan, peningkatan mitigasi bencana ini masuk dalam program pemerintahan. Sebab ia menyebut, bencana bisa terjadi kapan saja.

“Megathrust ini bukan sesuatu yang kita tunggu, tapi kita berada dalam posisi berpotensi mengalami gempa besar. Karena itu, pemerintah daerah terus konsisten menyiapkan mitigasinya,” katanya.

Lahmudin menjelaskan, matangnya sistem mitigasi bisa menekan resiko bencana bagi masyarakat di Bumi Sikerei.

“Kita berharap risiko bisa ditekan sekecil mungkin agar masyarakat bisa selamat,” ujarnya.

Adapun yang menjadi materi penguatan sistem tersebut adalah penyiapan lumbung-lumbung sosial di setiap kecamatan, yang nantinya berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan pangan untuk masyarakat jika terjadi bencana.

“Kita pastikan logistik siap, sehingga jika bencana terjadi, tidak ada kendala dalam suplai makanan kepada masyarakat,” jelas dia.

Di sisi lain, Lahmudin meminta agar masyarakat memiliki kepekaan atas ancaman bencana. Menurut dia, jangan hanya bergantung pada sistem peringatan seperti sirine, yang saat ini kondisinya rusak.

Masyarakta sebut dia, bisa mempelajar tanda-tanda alam saat Mentawai dilancana bencana besar, dan selama itu, masyarakat bisa melakukan evakuasi secepat mungkin.

“Kita punya golden time hanya 5–10 menit. Kalau menunggu sirene, bisa terlambat. Jadi masyarakat harus langsung evakuasi jika terjadi gempa kuat yang membuat mereka tak bisa berdiri,” tegasnya.

Ia juga mendorong penggunaan tanda-tanda lokal seperti lonceng gereja atau tiang listrik sebagai penanda darurat yang perlu disosialisasikan secara luas kepada warga.

Selanjutnya soal penguatan kawasan pesisir, Lahmudin mengimbau masyarakat untuk menjaga dan menanam kembali hutan mangrove (bakau) di sepanjang pesisir sebagai pelindung alami dari gelombang besar.

“Menjaga hutan mangrove itu bagian dari mitigasi. Selain itu, masyarakat perlu menyiapkan tas siaga dan memahami bahwa kita tinggal di daerah rawan bencana,” katanya.

Ia juga menungkapkan bahwa sejauh ini pemerintah telah menyusun rencana jangka panjang terkait relokasi masyarakat dari daerah rawan, namun kata dia, pelaksanaannya tidak mudah karena terbentur persoalan anggaran.

“Relokasi butuh biaya besar. Jadi kalau masyarakat masih tinggal di daerah pesisir, evakuasi mandiri harus disiapkan betul-betul. Pemerintah desa dan dunia usaha juga kami harapkan terlibat,” pungkasnya.(*)

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Populer

Recent Comments